BAB VIII
SAKRAMEN
Pasal 20
JENIS
Sakramen
yang diakui dan dilaksanakan
oleh GKI adalah:
1.
Baptisan kudus,
yaitu baptisan
kudus dewasa dan
baptisan kudus
anak.
2.
Perjamuan kudus.
Pasal 21
BAPTISAN KUDUS DEWASA
1. Baptisan kudus dewasa adalah baptisan kudus yang dilayankan kepada orang yang mengaku imannya bahwa
Yesus Kristus adalah Tuhan dan Juru
Selamat dunia.
2.
Syarat
a.
Telah berusia lima
belas (15) tahun.
b.
Kelakuan dan/atau paham pengajarannya sesuai dengan Firman Allah
dan ajaran GKI.
c.
Telah menyelesaikan katekisasi.
Jika ada orang
yang telah menyelesaikan katekisasi di gereja lain
yang mempunyai perbedaan ajaran dengan GKI,
ia perlu diperlengkapi dengan penjelasan
tentang
pokok-pokok ajaran yang berbeda itu dan
pengenalan tentang GKI.
d.
Ditetapkan layak oleh Majelis Jemaat setelah mengikuti percakapan gerejawi yang diselenggarakan
oleh
Majelis Jemaat berkenaan
dengan
pemahaman dan penghayatan imannya.
e.
Jika calon baptisan berasal dari agama lain dan secara hukum belum dewasa, ia harus mendapat izin
tertulis dari kedua orang tua atau
walinya. Yang dimaksudkan dengan “belum dewasa” adalah usia di bawah delapan belas (18) tahun (UU RI Nomor 23/2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 1.1.)
3.
Prosedur
a.
Calon baptisan mengajukan permohonan tertulis kepada Majelis Jemaat dengan menggunakan formulir yang formulasinya dimuat dalam Peranti Administrasi.
b.
Majelis Jemaat melakukan percakapan gerejawi yang meliputi pemahaman dan penghayatan calon
baptisan tentang:
1)
Dasar dan motivasi calon baptisan kudus dewasa.
2)
Pokok-pokok iman Kristen terutama mengenai Allah, manusia, dosa, keselamatan, hidup baru,
gereja, Alkitab, kerajaan Allah.
3)
Tanggung jawab dan
hak sebagai anggota.
4)
Hal-hal lain
yang
dianggap perlu.
c.
Jika Majelis Jemaat memandang calon baptisan layak untuk menerima pelayanan baptisan, Majelis
Jemaat mewartakan nama dan alamat calon baptisan dalam warta jemaat selama tiga (3) hari Minggu berturut-turut untuk memberikan kesempatan kepada anggota untuk
ikut mendoakan dan
mempertimbangkannya.
d.
Jika masa pewartaan tiga (3) hari Minggu telah selesai dan tidak ada keberatan yang sah dari anggota sidi, Majelis
Jemaat melaksanakan pelayanan baptisan kudus dewasa dalam Kebaktian
Minggu atau Kebaktian Hari Raya Gerejawi dengan menggunakan Liturgi Baptisan Kudus Dewasa dan dilayani oleh
pendeta.
e.
Keberatan dinyatakan sah jika:
1)
Diajukan tertulis secara pribadi dengan mencantumkan nama dan alamat yang jelas serta
dibubuhi tanda tangan atau cap ibu jari dari anggota yang mengajukan keberatan tersebut dan tidak merupakan
duplikasi dari surat keberatan yang lain
mengenai hal yang sama.
2)
Isinya mengenai tidak terpenuhinya
syarat baptisan kudus
dewasa.
3)
Isinya
terbukti benar sesuai dengan
hasil penyelidikan Majelis Jemaat.
f.
Jika ada keberatan yang sah, Majelis Jemaat menangguhkan pelaksanaan pelayanan baptisan kudus dewasa bagi calon baptisan yang bersangkutan sampai persoalannya selesai atau membatalkan pelaksanaannya. Jika Majelis Jemaat pada akhirnya membatalkan
pelaksanaan pelayanan
baptisan
kudus dewasa bagi calon
baptisan yang
bersangkutan, Majelis Jemaat mewartakan hal tersebut
dalam warta jemaat.
g.
Majelis Jemaat memberitahukan keputusan atas keberatan yang diajukan kepada yang mengajukan.
h.
Baptisan dilaksanakan dengan
percikan
air dalam nama Bapa, Anak dan Roh
Kudus.
i.
Majelis Jemaat memberikan Piagam Baptisan Kudus Dewasa kepada yang dibaptiskan yang formulasinya
dimuat
dalam
Peranti Administrasi
dan mencatat
namanya dalam
Buku Induk Anggota
GKI.
4.
Baptisan Kudus
Dewasa atas Permohonan Jemaat atau Gereja
Lain
a.
Majelis Jemaat dapat melaksanakan pelayanan baptisan kudus dewasa atas permohonan dari jemaat atau
gereja lain.
b.
Prosedur
1)
Majelis Jemaat menerima surat permohonan dari majelis/pimpinan jemaat/gereja pemohon.
2)
Majelis
Jemaat melaksanakan pelayanan baptisan kudus dewasa dengan mengikuti ketentuan sebagaimana tercantum dalam Tata Laksana Pasal 21:3.a-h. Khusus bagi Majelis Jemaat GKI, Majelis Jemaat pemohon juga melaksanakan Tata Laksana Pasal 21:3.a-g. Percakapan gerejawi
dilaksanakan sesuai dengan kesepakatan antara
Majelis Jemaat pelaksana dan majelis/pimpinan jemaat pemohon.
3)
Majelis Jemaat memberikan Piagam Baptisan Kudus Dewasa tanpa mencatat nama yang
dibaptis dalam Buku Induk Anggota GKI. Nomor induk keanggotaan dicatat oleh Jemaat pemohon.
4)
Majelis
Jemaat
memberitahukan
secara tertulis
kepada majelis/pimpinan
jemaat/gereja
pemohon tentang pelaksanaan baptisan kudus
dewasa tersebut.
Pasal 22
BAPTISAN KUDUS ANAK
1. Baptisan kudus anak adalah baptisan kudus yang dilayankan kepada anak berdasarkan perjanjian
anugerah Allah dalam Tuhan Yesus Kristus dan pengakuan iman orang tua/walinya yang sah secara hukum. Yang dimaksudkan
dengan wali adalah:
a. Orang yang ditetapkan
secara
hukum sebagai wali anak tersebut,
atau
b. Orang yang
mendapatkan persetujuan tertulis
dari orang tua
anak yang
bersangkutan
untuk mewakilinya,
atau
c. Orang yang bertanggungjawab atas pemeliharaan anak yatim piatu Kristen.
2. Syarat
a. Calon berusia di bawah lima belas (15) tahun.
b. Kedua atau salah satu orang tua/walinya adalah anggota sidi dari Jemaat yang bersangkutan dan tidak berada di bawah penggembalaan khusus. Jika salah satu orang tua/walinya belum anggota
sidi, orang
tua/wali yang
bersangkutan sebaiknya menyatakan persetujuan tertulis yang
formulasinya dimuat dalam Peranti Administrasi.
c. Orang tua/walinya ditetapkan layak oleh Majelis Jemaat setelah mengikuti percakapan gerejawi
yang diselenggarakan oleh Majelis Jemaat berkenaan dengan pemahaman dan penghayatan imannya.
3. Prosedur
a. Orang tua/walinya
mengajukan
permohonan
tertulis kepada
Majelis Jemaat dengan menggunakan formulir yang formulasinya dimuat dalam Peranti Administrasi.
b. Majelis Jemaat melakukan percakapan gerejawi yang meliputi pemahaman dan penghayatan iman orang tua/wali tentang:
1) Dasar dan motivasi pengajuan permohonan
baptisan kudus
anak.
2) Makna baptisan kudus
anak.
3) Tanggung jawab sebagai orang tua/wali yang membaptiskan anaknya untuk mendidik anaknya
dalam iman Kristen dan mendorong anaknya untuk mengaku percaya/sidi. 4) Hal-hal lain yang dianggap perlu.
c. Jika Majelis Jemaat memandang orang tua/wali dari calon baptisan layak untuk membaptiskan
anaknya, Majelis Jemaat mewartakan nama dan alamat calon baptisan serta nama dan alamat orang tua/walinya dalam warta
jemaat selama tiga (3) hari Minggu berturut-turut untuk memberikan kesempatan kepada
anggota ikut mendoakan
dan mempertimbangkannya.
d. Jika masa pewartaan tiga (3) hari Minggu telah selesai dan tidak ada keberatan yang sah dari
anggota sidi, Majelis Jemaat melaksanakan pelayanan baptisan kudus anak dalam
Kebaktian Minggu atau Kebaktian Hari Raya Gerejawi dengan menggunakan Liturgi Baptisan Kudus Anak dan dilayani oleh pendeta.
e. Keberatan dinyatakan sah jika:
1) Diajukan tertulis secara pribadi dengan mencantumkan nama dan alamat yang jelas serta
dibubuhi tanda tangan atau cap ibu
jari dari anggota yang mengajukan keberatan tersebut dan
tidak
merupakan duplikasi dari surat keberatan
yang
lain mengenai hal yang sama.
2) Isinya mengenai tidak terpenuhinya
syarat baptisan kudus
anak.
3) Isinya
terbukti benar sesuai dengan hasil penyelidikan Majelis Jemaat.
f. Jika ada keberatan yang sah, Majelis Jemaat menangguhkan pelaksanaan pelayanan baptisan kudus
anak bagi calon
baptisan yang bersangkutan
sampai
persoalannya
selesai
atau membatalkan pelaksanaannya. Jika Majelis Jemaat pada akhirnya
membatalkan pelaksanaan
pelayanan baptisan kudus anak bagi calon baptisan yang bersangkutan, Majelis Jemaat mewartakan hal tersebut dalam warta jemaat.
g. Majelis Jemaat memberitahukan keputusan atas keberatan yang diajukan kepada yang mengajukan.
h. Baptisan dilaksanakan dengan
percikan
air dalam nama Bapa, Anak dan Roh
Kudus.
i. Majelis Jemaat memberikan Piagam Baptisan Kudus Anak kepada orang tua/wali dari anak yang
dibaptiskan, yang formulasinya dimuat dalam Peranti Administrasi dan mencatat namanya dalam Buku Induk Anggota GKI.
4. Baptisan Kudus Anak atas Permohonan Jemaat atau
Gereja
Lain
a. Majelis Jemaat dapat melaksanakan pelayanan baptisan kudus anak atas permohonan dari jemaat atau
gereja lain.
b. Prosedur
1) Majelis Jemaat pelaksana mendapat
surat permohonan dari Majelis Jemaat atau pimpinan
jemaat gereja lain.
2) Majelis Jemaat melaksanakan pelayanan baptisan kudus anak atas permohonan itu dengan
mengikuti
ketentuan
sebagaimana
tercantum dalam Tata
Laksana
Pasal 22:3.a-h.
Dalam lingkup
GKI, Majelis Jemaat
pemohon
juga melaksanakan Tata
Laksana
Pasal 22:3.a-g. Percakapan gerejawi dilaksanakan sesuai dengan kesepakatan antara Majelis Jemaat pelaksana dan majelis/pimpinan jemaat pemohon.
3) Majelis Jemaat pelaksana memberikan Piagam Baptisan Kudus Anak tanpa mencatat namanya dalam Buku Induk Anggota GKI, dan melaporkan pelaksanaannya kepada Majelis Jemaat pemohon.
4) Majelis Jemaat pelaksana memberitahukan secara tertulis kepada Majelis Jemaat atau pimpinan
gereja
pemohon
tentang pelaksanaan baptisan kudus
anak tersebut.
Pasal 23
BAPTISAN KUDUS DALAM KEADAAN DARURAT
1. Baptisan kudus dalam keadaan darurat adalah baptisan kudus yang dilayankan kepada orang
jompo
atau
orang dewasa yang sakit keras yang masih dapat mengaku imannya, atau kepada anak
yang
sakit keras atas dasar pengakuan iman orang tuanya/walinya.
2. Majelis Jemaat melaksanakan
percakapan penggembalaan
dengan calon baptisan
(bagi baptisan
kudus dewasa) atau
dengan
orang tuanya/walinya (bagi baptisan
kudus anak) mengenai pengakuan imannya.
3. Baptisan kudus
dalam keadaan darurat dilaksanakan dalam kebaktian
di
tempat calon
berada, dilayankan oleh
pendeta dan
didampingi oleh
paling sedikit satu (1) orang penatua.
4. Majelis Jemaat mewartakan hal tersebut kepada anggota pada hari Minggu terdekat.
5. Majelis Jemaat memberikan Piagam Baptisan Kudus Dewasa kepada yang dibaptiskan atau Piagam
Baptisan Kudus Anak kepada orang tua/walinya, dan mencatat namanya dalam Buku Induk Anggota
GKI.
Pasal 24
PENGAKUAN PERCAYA/SIDI
1.
Pengakuan percaya/sidi adalah pengakuan percaya yang dilayankan berkenaan dengan baptisan kudus anak
yang telah diterima oleh
seorang anggota
baptisan.
2.
Syarat
a.
Telah berusia lima
belas (15) tahun.
b.
Telah menerima
baptisan kudus
anak.
c.
Tidak berada di bawah
penggembalaan khusus.
d.
Telah menyelesaikan katekisasi. Jika ada orang yang katekisasinya diselesaikan di gereja lain yang mempunyai perbedaan ajaran dengan GKI, ia perlu diperlengkapi dengan penjelasan tentang
pokok-pokok ajaran yang berbeda itu dan
pengenalan tentang GKI.
e.
Ditetapkan layak oleh Majelis Jemaat setelah mengikuti percakapan gerejawi yang diselenggarakan
oleh
Majelis Jemaat berkenaan
dengan
pemahaman dan penghayatan imannya.
3.
Prosedur
a.
Calon yang akan mengaku percaya/sidi mengajukan permohonan tertulis kepada Majelis Jemaat
dengan menggunakan formulir yang formulasinya dimuat dalam Peranti Administrasi.
b.
Majelis Jemaat melakukan percakapan
gerejawi yang meliputi pemahaman
dan penghayatan iman
calon tentang:
1)
Dasar dan motivasi pengajuan permohonan
pelayanan pengakuan percaya/sidi.
2)
Pokok-pokok iman Kristen terutama mengenai Allah, manusia, dosa, keselamatan, hidup baru,
gereja, Alkitab, kerajaan
Allah
3)
Tanggung jawab dan hak sebagai anggota.
4)
Hal-hal lain
yang
dianggap perlu.
c.
Jika
Majelis
Jemaat
memandang calon
layak
untuk mengaku percaya/sidi,
Majelis
Jemaat mewartakan nama dan alamat calon yang akan mengaku percaya/sidi dalam
warta jemaat selama tiga (3) hari Minggu berturut-turut untuk memberikan kesempatan kepada
anggota untuk ikut mendoakan dan mempertimbangkannya.
d.
Jika masa pewartaan tiga (3) hari Minggu telah selesai dan tidak ada keberatan yang sah dari anggota sidi, Majelis Jemaat melaksanakan pelayanan pengakuan percaya/sidi dalam
Kebaktian
Minggu
atau
Kebaktian Hari Raya
Gerejawi
dengan
menggunakan Liturgi Pengakuan Percaya/Sidi dan dilayani oleh pendeta.
e.
Keberatan dinyatakan sah jika:
1)
Diajukan tertulis secara pribadi dengan mencantumkan nama dan alamat yang jelas serta
dibubuhi tanda tangan atau cap ibu
jari dari anggota yang mengajukan keberatan tersebut dan tidak merupakan
duplikasi dari surat keberatan yang lain
mengenai hal yang sama.
2)
Isinya mengenai tidak terpenuhinya
syarat pengakuan
percaya/sidi.
3)
Isinya
terbukti benar sesuai dengan hasil penyelidikan Majelis Jemaat.
f.
Jika ada keberatan yang sah, Majelis Jemaat menangguhkan pelaksanaan pengakuan percaya/sidi calon yang bersangkutan sampai persoalannya selesai, atau Majelis
Jemaat dapat membatalkan
pelaksanaannya. Jika Majelis Jemaat pada akhirnya membatalkan pelaksanaan pelayanan
pengakuan percaya/sidi bagi calon yang bersangkutan, Majelis
Jemaat mewartakan hal tersebut dalam warta jemaat.
g.
Majelis Jemaat memberitahukan keputusan atas keberatan yang diajukan kepada yang mengajukan.
h.
Pengakuan
percaya/sidi dilaksanakan dengan
penumpangan tangan oleh
pendeta.
i.
Majelis
Jemaat
memberikan Piagam Pengakuan
Percaya/Sidi kepada yang
diteguhkan,
yang formulasinya
dimuat
dalam
Peranti Administrasi
dan mencatat
namanya dalam
Buku Induk Anggota
GKI.
4.
Pengakuan
Percaya/Sidi atas
Permohonan Jemaat atau Gereja Lain
a.
Majelis Jemaat dapat melaksanakan pelayanan pengakuan percaya/sidi atas permohonan
dari jemaat atau gereja lain.
b.
Prosedur
1)
Majelis Jemaat menerima surat permohonan dari majelis/pimpinan jemaat/gereja pemohon.
2)
Majelis
Jemaat melaksanakan pelayanan pengakuan percaya/sidi dengan mengikuti ketentuan
sebagaimana yang tercantum dalam Tata Laksana Pasal 24:3.a-h. Khusus bagi Majelis Jemaat GKI, Majelis Jemaat pemohon juga melaksanakan
Tata Laksana Pasal 24:3 a-g. Percakapan
gerejawi
dilaksanakan sesuai dengan kesepakatan antara
Majelis
Jemaat pelaksana dan majelis/pimpinan jemaat pemohon.
3)
Majelis Jemaat memberikan Piagam Pengakuan Percaya/Sidi tanpa
mencatat nama
yang
mengaku
percaya/sidi dalam Buku Induk Anggota
GKI.
4)
Majelis
Jemaat memberitahukan secara tertulis kepada majelis/ pimpinan
jemaat/gereja pemohon
tentang pelaksanaan pengakuan percaya/sidi tersebut.
5.
Bagi calon yang adalah anggota baptisan dari jemaat/gereja lain dan ingin menjadi anggota dari Jemaat pelaksana, pengakuan percaya/sidinya dapat dilaksanakan setelah yang bersangkutan menempuh proses perpindahan keanggotaan.
Pasal 25
PERJAMUAN KUDUS
1.
Perjamuan kudus
harus
dirayakan
di Jemaat sekurang-kurangnya
empat (4) kali dalam setahun.
2.
Yang diperkenankan ikut mengambil bagian dalam perjamuan kudus adalah anggota sidi dan anggota sidi gereja
lain sebagai tamu,
yang
tidak berada di bawah penggembalaan
khusus.
3.
Majelis
Jemaat mempersiapkan perayaan perjamuan kudus agar anggota memahami dan menghayati
arti perjamuan
kudus serta melakukan pemeriksaan diri (sensura
morum), dengan:
a.
Mewartakan perayaan
perjamuan kudus
tersebut selama tiga (3) hari Minggu berturut-turut
dengan mencantumkan
Formulir Persiapan Perjamuan
Kudus
yang
ditetapkan oleh
Majelis
Sinode.
b.
Melaksanakan Kebaktian
Persiapan Perjamuan Kudus pada Kebaktian Minggu terakhir sebelum
perayaan
Perjamuan
Kudus tersebut,
dengan
menggunakan Liturgi Persiapan
Perjamuan Kudus.
4.
Majelis Jemaat melaksanakan
pelayanan
perjamuan kudus
dalam
Kebaktian
Minggu dan/atau Kebaktian Hari Raya Gerejawi serta kebaktian
pembukaan/penutupan persidangan dengan
menggunakan
Liturgi Perjamuan
Kudus dan dilayani oleh
pendeta.
5.
Perjamuan kudus menggunakan roti dan air anggur. Bagi anggota yang tidak bisa minum air anggur
disediakan teh atau air.
6.
Dalam rangka perayaan perjamuan kudus terjadwal, Majelis Jemaat dapat melaksanakan pelayanan
perjamuan kudus di rumah atau di rumah sakit pada hari yang ditetapkan, yang dilayankan oleh pendeta
dengan menggunakan Liturgi Perjamuan Kudus yang disesuaikan, bagi:
a.
Anggota yang sudah uzur tetapi masih mampu memahami dan menghayati arti perjamuan kudus, dan
yang tidak dapat mengikuti perjamuan kudus
di tempat kebaktian.
b.
Anggota yang
sakit tetapi masih mampu memahami dan menghayati arti perjamuan kudus, yang
tidak dapat mengikuti Kebaktian Minggu
dalam waktu
yang
lama.
BAB IX
KATEKISASI
Pasal 26
KATEKISASI
1.
Katekisasi adalah pendidikan iman dan ajaran tentang pokok-pokok iman Kristen
untuk mempersiapkan katekisan menjadi anggota sidi yang memahami dan melaksanakan tugas panggilannya dalam kehidupannya
secara utuh.
2.
Katekisasi dilaksanakan oleh Majelis
Jemaat dan dilayankan oleh pendeta
atau orang yang ditunjuk oleh Majelis Jemaat.
3.
Katekisasi berlangsung
selama sembilan (9) sampai dua belas (12) bulan yang diselenggarakan
seminggu
sekali dengan menggunakan
buku katekisasi yang disebutkan
dalam Pasal 17.
4.
Bagi kasus-kasus tertentu di mana calon
tidak
dapat mengikuti katekisasi menurut waktu yang
ditentukan, Majelis Jemaat menentukan lama penyelenggaraan dan menyesuaikan bahan katekisasinya.
BAB X
PERNIKAHAN GEREJAWI
Pasal 27
PENGERTIAN
1.
Pernikahan gerejawi adalah peneguhan dan pemberkatan secara gerejawi bagi seorang
laki-laki dan seorang perempuan untuk
menjadi pasangan suami-istri dalam ikatan perjanjian seumur hidup yang
bersifat monogamis dan yang
tidak dapat dipisahkan, berdasarkan kasih dan kesetiaan mereka di hadapan Allah dan jemaat-Nya.
2.
Pernikahan gerejawi dilaksanakan dalam Kebaktian Peneguhan dan Pemberkatan Pernikahan di tempat kebaktian jemaat.
Pasal 28
SYARAT
1.
Kedua atau salah satu calon mempelai adalah anggota sidi, kecuali yang diatur dalam peraturan
mengenai pernikahan gerejawi dengan ketentuan khusus, yang tidak
berada di bawah penggembalaan
khusus.
2.
Calon mempelai telah mengikuti Pembinaan Pranikah yang bahannya ditetapkan oleh Badan Pekerja
3.
Majelis
Sinode melalui Rapat Kerja
Badan Pekerja Majelis Sinode.
4.
Calon mempelai telah mendapatkan surat keterangan atau bukti pendaftaran dari Kantor Catatan Sipil
yang
menyatakan bahwa pasangan tersebut memenuhi syarat untuk
dicatat pernikahannya, atau calon mempelai telah membuat surat pernyataan tentang kesediaannya untuk
mencatatkan pernikahannya di Kantor Catatan
Sipil, yang formulasinya
dimuat dalam Peranti Administrasi.
Pasal 29
PROSEDUR
1.
Calon mempelai mengajukan permohonan tertulis kepada
Majelis Jemaat dengan menggunakan
formulir yang formulasinya dimuat dalam Peranti
Administrasi, selambat-lambatnya tiga (3) bulan sebelum pernikahan
gerejawinya
dilaksanakan.
2.
Majelis Jemaat melakukan
percakapan gerejawi dengan calon
mempelai tentang:
a.
Dasar-dasar pernikahan
kristiani.
b.
Dasar dan motivasi pernikahan
gerejawi.
c.
Tanggung jawab sebagai keluarga
Kristen.
d.
Hal-hal lain yang dianggap perlu.
3.
Jika Majelis Jemaat memandang calon mempelai layak untuk
menerima peneguhan dan pemberkatan
pernikahan,
Majelis
Jemaat mewartakan nama dan alamat calon
mempelai dalam warta jemaat selama tiga (3) hari Minggu berturut-turut untuk memberikan kesempatan kepada anggota ikut mendoakan dan mempertimbangkannya.
4.
Jika masa pewartaan tiga (3) hari Minggu telah usai dan tidak ada keberatan yang sah dari anggota sidi, Majelis Jemaat melaksanakan pelayanan pernikahan gerejawinya dengan menggunakan Liturgi
Peneguhan dan Pemberkatan
Pernikahan
dan
dilayani oleh
pendeta.
5.
Keberatan dinyatakan sah jika:
a.
Diajukan tertulis
secara pribadi dengan
mencantumkan nama
dan alamat yang jelas serta
dibubuhi tanda tangan atau cap ibu
jari dari anggota yang mengajukan keberatan tersebut dan tidak merupakan
duplikasi dari surat keberatan yang lain
mengenai hal yang sama.
b.
Isinya mengenai tidak terpenuhinya
syarat pernikahan gerejawi.
c.
Isinya
terbukti benar sesuai dengan hasil penyelidikan Majelis Jemaat.
6.
Jika ada keberatan yang sah, Majelis Jemaat menangguhkan pelaksanaan pernikahan gerejawi itu
sampai persoalannya selesai atau membatalkan pelaksanaannya. Jika Majelis Jemaat pada
akhirnya membatalkan pelaksanaan pernikahan gerejawi itu, Majelis Jemaat mewartakan hal tersebut dalam
warta jemaat.
7.
Majelis Jemaat memberitahukan keputusan atas keberatan
yang
diajukan kepada
yang mengajukan.
8.
Majelis
Jemaat memberikan Piagam Pernikahan Gerejawi kepada kedua mempelai yang
formulasinya
dimuat dalam Peranti Administrasi dan mencatat pernikahannya
dalam Buku Induk Anggota GKI.
9.
Bagi calon mempelai yang salah satunya bukan anggota sidi berlaku ketentuan tambahan sebagai berikut:
a.
Jika
salah
seorang dari calon mempelai adalah anggota sidi atau
anggota baptisan dari jemaat atau gereja lain,
ia terlebih dahulu meminta surat persetujuan dari Majelis Jemaat atau pimpinan
gerejanya. Jika ia tidak berhasil memperoleh surat tersebut, Majelis Jemaat mengirim surat kepada
Majelis Jemaat atau pimpinan gereja asalnya untuk meminta surat persetujuan. Jika Majelis Jemaat dalam
waktu empat (4) minggu tidak memperoleh surat persetujuan, calon dapat menunjukkan surat baptisan/surat pengakuan percaya, atau
surat keterangan lain yang dapat dipertanggungjawabkan.
b.
Jika salah seorang calon mempelai bukan anggota, ia harus bersedia menyatakan secara tertulis dengan
menggunakan formulir yang formulasinya
dimuat dalam Peranti Administrasi, bahwa:
1)
Ia setuju
pernikahannya
hanya
diteguhkan dan diberkati secara Kristiani.
2)
Ia tidak akan menghambat atau menghalangi suami/istrinya untuk tetap hidup dan beribadat menurut iman Kristen.
3)
Ia tidak akan menghambat atau menghalangi anak-anak mereka untuk dibaptis dan dididik secara Kristiani.
10. Pernikahan
Gerejawi atas Permohonan Jemaat/Gereja Lain
a.
Majelis Jemaat dapat melaksanakan pelayanan pernikahan gerejawi atas permohonan tertulis dari jemaat atau
gereja lain
dengan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan.
b.
Pembinaan Pranikah dan percakapan gerejawi dilaksanakan sesuai dengan kesepakatan antara
b.
Majelis Jemaat dengan pimpinan jemaat/gereja
pemohon.
c.
Pewartaan harus
dilaksanakan
oleh Majelis Jemaat dan majelis/pimpinan gereja pemohon.
d.
Piagam Pernikahan
Gerejawi diberikan
kepada mempelai oleh Majelis Jemaat.
e.
Majelis Jemaat memberitahukan secara tertulis kepada Majelis Jemaat atau pimpinan jemaat/gereja
pemohon tentang pelaksanaan pernikahan gerejawi tersebut.
Pasal 30
PERNIKAHAN GEREJAWI SECARA EKUMENIS DENGAN GEREJA KATOLIK
1.
Pengertian
Majelis
Jemaat dimungkinkan untuk melaksanakan pelayanan pernikahan gerejawi secara ekumenis
dengan Gereja Katolik, yaitu pernikahan gerejawi bagi anggota GKI dan anggota
Gereja
Katolik yang
dilaksanakan oleh Majelis Jemaat bersama Gereja Katolik serta dilayani oleh pendeta dan pastor secara bersama.
2.
Pernikahan
Gerejawi Ekumenis Yang Dilaksanakan
di GKI
a.
Prosedur
1) Calon mempelai mengajukan permohonan tertulis kepada Majelis Jemaat selambatlambatnya tiga (3) bulan sebelum kebaktian
pernikahan
gerejawi
secara
ekumenis dengan Gereja Katolik
dilaksanakan.
2) Calon yang berasal dari Gereja Katolik menyerahkan fotokopi surat permohonan tertulis yang
diajukan
kepada gerejanya sesuai dengan hukum kanonik.
3) Majelis Jemaat menulis surat pemberitahuan kepada Gereja Katolik tentang permohonan pelayanan kebaktian
pernikahan gerejawi tersebut.
4) Prosedur selanjutnya
sesuai dengan Tata Laksana Pasal 29:2-8.
b. Liturgi
Liturgi yang digunakan
mengacu pada Liturgi Peneguhan
dan Pemberkatan
Pernikahan
GKI.
3. Pernikahan
Gerejawi Ekumenis Yang Dilaksanakan
di Gereja Katolik
a.
Prosedur
1)
Calon mempelai mengajukan permohonan tertulis kepada Majelis Jemaat selambatlambatnya tiga (3) bulan sebelum kebaktian
pernikahan
gerejawi
secara
ekumenis dengan Gereja Katolik
dilaksanakan.
2)
Prosedur di Gereja Katolik mempergunakan
prosedur yang berlaku di Gereja Katolik.
3)
Majelis Jemaat menerima pemberitahuan dari Gereja Katolik bahwa kebaktian pernikahan gerejawi tersebut telah
disetujui.
4)
Prosedur selanjutnya sesuai dengan Tata Laksana Pasal 29:3-7 dengan penyesuaian seperlunya.
b.
Liturgi
Liturgi yang digunakan
mengacu pada
liturgi pernikahan
Gereja Katolik.
Pasal 31
PERNIKAHAN GEREJAWI DENGAN KETENTUAN KHUSUS
1. Pengertian
Majelis Jemaat dimungkinkan untuk melaksanakan pelayanan pernikahan gerejawi dengan ketentuan khusus untuk kasus-kasus
antara lain:
a.
Kedua calon mempelai adalah anggota baptisan.
b.
Seorang calon
mempelai adalah anggota baptisan
sedangkan
pasangannya belum anggota.
c.
Adanya kemendesakan waktu dengan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan sehingga prosedur yang normal tidak dapat dilaksanakan.
2. Prosedur
a. Calon mempelai mengajukan permohonan tertulis kepada Majelis Jemaat dengan menggunakan formulir yang formulasinya dimuat dalam Peranti Administrasi, selambat-lambatnya satu (1) bulan
sebelum kebaktian pernikahan dilaksanakan.
b. Jika calon adalah anggota baptisan, ia harus bersedia menyatakan secara tertulis
bahwa sesudah menikah ia
akan secepatnya mengaku percaya/sidi.
c. Jika calon adalah
bukan
anggota,
ia harus
bersedia
menyatakan
secara tertulis
dengan
menggunakan
formulir yang formulasinya dimuat dalam Peranti Administrasi,
bahwa:
1) Ia
setuju
pernikahannya
hanya
diteguhkan dan diberkati secara Kristiani.
2) Ia tidak akan menghambat atau menghalangi suami/istrinya untuk tetap hidup dan beribadat menurut iman Kristen.
3) Ia tidak akan menghambat atau menghalangi anak-anak mereka untuk dibaptis dan dididik secara Kristiani.
d. Majelis Jemaat mengadakan percakapan gerejawi dengan calon mempelai yang garis besarnya meliputi:
1) Dasar-dasar pernikahan
kristiani.
2) Dasar dan motivasi pernikahan
gerejawi.
3) Tanggung jawab sebagai keluarga
Kristen. 4) Hal-hal lain
yang
dianggap perlu.
e. Majelis Jemaat mewartakan nama dan alamat calon mempelai dalam warta jemaat selama dua (2)
hari
Minggu berturut-turut untuk memberikan kesempatan kepada anggota ikut mendoakan dan
mempertimbangkannya.
f. Jika masa pewartaan dua (2) hari Minggu telah usai dan tidak ada keberatan dari anggota sidi, Majelis Jemaat melaksanakan kebaktian pernikahan gerejawi di tempat kebaktian dan
dilayankan
oleh pendeta dengan
menggunakan Liturgi Peneguhan dan
Pemberkatan Pernikahan. g. Keberatan
dinyatakan jika:
1) Diajukan tertulis secara pribadi dengan mencantumkan nama dan alamat yang jelas serta dibubuhi tanda tangan atau cap ibu
jari dari anggota yang mengajukan keberatan tersebut dan tidak merupakan
duplikasi dari surat keberatan yang lain
mengenai hal yang sama.
2) Isinya mengenai tidak terpenuhinya syarat pernikahan gerejawi dengan ketentuan khusus. 3)
Isinya terbukti benar sesuai dengan
hasil penyelidikan Majelis Jemaat.
h. Jika ada keberatan yang sah, Majelis Jemaat menangguhkan pelaksanaan pernikahan gerejawi
itu
sampai persoalannya selesai atau membatalkan pelaksanaannya. Jika Majelis Jemaat pada akhirnya membatalkan pelaksanaan pernikahan gerejawi itu, Majelis Jemaat mewartakan hal tersebut dalam
warta jemaat.
i. Majelis Jemaat memberitahukan keputusan atas keberatan yang diajukan kepada yang mengajukan.
j. Majelis
Jemaat
memberikan
Piagam
Pernikahan Gerejawi kepada kedua
mempelai
yang formulasinya dimuat dalam Peranti Administrasi dan mencatat pernikahannya dalam Buku Induk Anggota
GKI.
BAB XI
PELAYANAN
Pasal 32
PELAYANAN
1. Pengertian
Pelayanan dalam rangka persekutuan adalah tindakan saling menguatkan dan melayani di antara
anggota, Jemaat,
Klasis, dan
Sinode Wilayah melalui pelbagai kegiatan.
2. Pelaksana
a. Setiap dan seluruh anggota GKI, secara pribadi atau bersama, terpanggil untuk melaksanakan
pelayanan.
b. Majelis Jemaat, Majelis Klasis, Majelis
Sinode Wilayah, Majelis Sinode secara sendiri atau bersama
terpanggil untuk melaksanakan pelayanan.
BAB XII
PENGGEMBALAAN
Pasal 33
PENGERTIAN
Penggembalaan
adalah pelayanan yang dilakukan
di dalam kasih terhadap anggota
dan/atau
pejabat gerejawi baik secara individual maupun komunal, serta terhadap lembaga gerejawi, untuk
mendukung, membimbing, menilik, menegur, menyembuhkan, dan mendamaikan agar ia atau mereka hidup taat kepada Allah, dalam damai sejahtera
dengan Allah,
sesama, dan
seluruh ciptaan Allah.
Pasal 34
PELAKSANA
Penggembalaan dilaksanakan
oleh anggota dan/atau
pejabat gerejawi dan/atau lembaga
gerejawi.