A. HAKIKAT DAN WUJUD
BAB I
JEMAAT
Pasal 1
TAHAPAN UNTUK
PELEMBAGAAN JEMAAT
Jemaat dilembagakan
setelah
melalui dua tahap yaitu Pos Jemaat dan Bakal Jemaat.
Pasal 2
POS JEMAAT
1. Pos Jemaat adalah wadah kegiatan persekutuan, kesaksian, dan pelayanan Jemaat di suatu wilayah
tertentu yang diarahkan
untuk menjadi Bakal Jemaat.
2. Syarat
a. Terdapat sekurang-kurangnya 15 (lima belas) anggota sidi dari Jemaat yang
membentuknya.
b. Tersedia
tempat kebaktian yang tetap.
c. Telah menyelenggarakan kebaktian secara
teratur sekurang-kurangnya
sekali seminggu.
d. Ada sekurang-kurangnya tiga (3) anggota sidi yang bersedia menjadi anggota Badan Pengurus Pos Jemaat, yang satu
dengan lainnya tidak mempunyai hubungan suami-istri, mertua-menantu, orang tua-anak dan
saudara sekandung.
e. Sesuai dengan Kebijakan
dan Strategi Pengembangan
GKI.
3. Prosedur
a. Majelis Jemaat mengajukan permohonan tertulis kepada Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait untuk mendirikan sebuah Pos Jemaat dengan tembusan kepada Badan Pekerja Majelis
Klasis yang
terkait dan Badan Pekerja
Majelis Sinode. Permohonan tersebut harus disertai dengan keterangan mengenai terpenuhinya syarat-syarat Pos Jemaat pada Tata Laksana
Pasal 2:2.
b. Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait melakukan Perlawatan Umum Insidental
Jemaat dengan
melibatkan Badan Pekerja Majelis Klasis
yang
terkait.
c. Berdasarkan perlawatan tersebut Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait menyusun laporan perlawatan dan rekomendasi
tentang rencana pendirian Pos Jemaat tersebut untuk disampaikan
dalam Rapat Kerja Badan
Pekerja Majelis
Sinode Wilayah yang terdekat.
d. Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait dalam rapat kerjanya mempertimbangkan
laporan perlawatan dan rekomendasi Badan Pekerja Majelis Sinode
Wilayah yang terkait untuk
mengambil keputusan
mengabulkan
atau menolak permohonan Majelis Jemaat tersebut.
e. Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait menyampaikan keputusan tersebut kepada
Majelis
Jemaat pemohon dengan tembusan kepada Badan Pekerja Majelis
Klasis yang
terkait dan Badan
Pekerja Majelis
Sinode.
f. Jika Rapat Kerja
Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah
mengabulkan
permohonan
Majelis
Jemaat tersebut, Majelis Jemaat yang bersangkutan menyelenggarakan Kebaktian Peresmian
Pos Jemaat, dengan menggunakan Liturgi yang
ditetapkan oleh Majelis Sinode,
termasuk pelantikan
Badan Pengurus Pos Jemaat, selambat-lambatnya tiga (3) bulan sejak
permohonan tersebut dikabulkan. Kebaktian Peresmian Pos
Jemaat dilayani oleh Pendeta. Dalam Kebaktian Peresmian Pos Jemaat itu
Badan Pekerja Majelis Sinode menyerahkan Piagam Peresmian
Pos Jemaat kepada Majelis Jemaat yang bersangkutan. Formulasi Piagam Peresmian Pos Jemaat dimuat dalam Peranti Administrasi.
g. Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait melaporkan tentang Pos Jemaat baru itu kepada Majelis
Klasis
dalam Persidangan Majelis Klasis yang terdekat.
h. Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait melaporkan tentang Pos Jemaat baru itu kepada
Majelis Sinode Wilayah dalam Persidangan Majelis Sinode Wilayah terdekat, dengan tembusan
Badan Pekerja Majelis
Sinode.
4. Sebuah Pos Jemaat dapat dibentuk oleh lebih dari satu Jemaat.
Pasal 3
BAKAL JEMAAT
1. Bakal
Jemaat
adalah
bagian dari
Jemaat
yang merupakan
pengembangan
dari Pos
Jemaat yang
diarahkan untuk menjadi Jemaat.
2. Syarat
a. Terdapat sekurang-kurangnya lima puluh (50) anggota sidi dari Jemaat yang membentuknya yang bersedia
terlibat dalam kegiatan pelayanan di Bakal Jemaat yang akan dibentuk.
b. Tersedia tempat kebaktian yang tetap.
c. Telah menyelenggarakan kebaktian minggu setiap hari Minggu dan kegiatan-kegiatan lain dalam
bidang persekutuan, kesaksian, dan
pelayanan secara teratur.
d. Terdapat sekurang-kurangnya lima (5) anggota sidi yang dinilai mampu dan bersedia menjadi
Badan Pimpinan Bakal Jemaat, yang
satu
dengan lainnya tidak mempunyai hubungan suami-istri, mertua-menantu, orang tua-anak,
dan saudara sekandung.
e. Persembahan yang terkumpul dalam Pos Jemaat yang akan dijadikan Bakal Jemaat dalam tahun pelayanan terakhir sekurang-kurangnya mencapai 40% (empatpuluh
persen) dari pengeluaran Pos Jemaat tersebut pada tahun pelayanan itu.
f. Sesuai dengan Kebijakan
dan Strategi Pengembangan
GKI.
3. Prosedur
a. Majelis Jemaat mengajukan permohonan tertulis kepada Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait untuk
peningkatan status Pos Jemaat menjadi Bakal Jemaat dengan tembusan kepada
Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait dan Badan Pekerja Majelis Sinode. Permohonan
tersebut
harus disertai keterangan mengenai terpenuhinya syarat-syarat Bakal
Jemaat pada
Tata Laksana Pasal 3:2.
b. Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait melakukan Perlawatan Umum Insidental Jemaat dengan melibatkan Badan
Pekerja Majelis Klasis yang terkait.
c. Berdasarkan perlawatan tersebut Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait menyusun
laporan perlawatan dan rekomendasi tentang rencana peningkatan status Pos Jemaat menjadi Bakal
Jemaat tersebut untuk disampaikan dalam Rapat Kerja Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terdekat.
d. Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait dalam rapat kerjanya mempertimbangkan laporan perlawatan dan rekomendasi Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait untuk mengambil keputusan mengabulkan atau
menolak permohonan
Majelis Jemaat tersebut.
e. Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait menyampaikan keputusan tersebut kepada Majelis Jemaat pemohon dengan tembusan kepada Badan Pekerja
Majelis Klasis yang terkait dan
Badan Pekerja Majelis
Sinode.
f. Jika Rapat Kerja Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah mengabulkan permohonan Majelis Jemaat tersebut,
Majelis Jemaat yang bersangkutan menyelenggarakan Kebaktian Peresmian
Bakal Jemaat, dengan menggunakan Liturgi Peresmian Bakal Jemaat, termasuk pelantikan Badan
Pimpinan Bakal Jemaat,
selambat-lambatnya enam (6) bulan sejak persetujuan ditetapkan. Kebaktian Peresmian Bakal Jemaat dilayani oleh Pendeta. Dalam
Kebaktian Peresmian Bakal Jemaat itu Badan Pekerja Majelis Sinode menyerahkan Piagam
Peresmian Bakal Jemaat kepada Majelis Jemaat yang bersangkutan. Formulasi Piagam Peresmian Bakal Jemaat dimuat dalam Peranti Administrasi.
g. Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait melaporkan tentang Bakal Jemaat baru itu kepada
Majelis Klasis dalam Persidangan
Majelis Klasis
yang
terdekat.
h. Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait melaporkan tentang Bakal Jemaat baru itu
kepada Majelis Sinode Wilayah dalam Persidangan Majelis Sinode Wilayah yang terdekat, dengan tembusan
Badan
Pekerja Majelis
Sinode.
Pasal 4
PERUBAHAN
STATUS BAKAL JEMAAT MENJADI POS JEMAAT
Sebuah Bakal Jemaat dapat diubah statusnya menjadi Pos
Jemaat dengan persetujuan Majelis Klasis, apabila tidak lagi memenuhi syarat-syarat sebagai Bakal Jemaat seperti yang tercantum dalam Tata Laksana Pasal 3:2 sekalipun telah
dilakukan usaha-usaha yang optimal oleh Majelis Jemaat yang bersangkutan. Majelis Jemaat yang bersangkutan melaporkannya kepada Badan Pekerja Majelis Klasis yang
terkait, Badan
Pekerja Majelis
Sinode Wilayah
yang
terkait, dan Badan
Pekerja Majelis
Sinode.
Pasal 5
JEMAAT
1. Syarat
a. Terdapat sekurang-kurangnya seratus (100) anggota sidi dari Jemaat yang melembagakan yang
bersedia menjadi anggota Jemaat yang akan dilembagakan
itu.
b. Tersedia tempat kebaktian yang tetap.
c. Mampu mewujudkan
persekutuan
serta melaksanakan
kesaksian
dan pelayanan berdasarkan
kesadaran
anggota-anggotanya
akan panggilan Kristus.
d. Mampu
mengatur diri sendiri berdasarkan potensi
kepemimpinan yang ada
pada anggotaanggotanya.
e. Mampu membiayai keperluan-keperluannya berdasarkan kesadaran tentang penatalayanan dari anggota-anggotanya.
f. Terdapat sekurang-kurangnya
tujuh (7) orang anggota sidi yang akan diteguhkan
sebagai penatua.
g. Sesuai dengan Kebijakan
dan Strategi Pengembangan
GKI.
2. Prosedur
a. Majelis Jemaat mengajukan permohonan tertulis kepada Badan Pekerja Majelis Sinode
dengan tembusan kepada Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait dan Badan Pekerja Majelis
Klasis yang terkait untuk
melembagakan sebuah Bakal Jemaatnya menjadi Jemaat. Permohonan
tersebut harus disertai keterangan mengenai terpenuhinya syarat pelembagaan
Jemaat yang
tercantum dalam Pasal 5:1.
b. Badan Pekerja Majelis Sinode melakukan Perlawatan Umum Insidental Jemaat dan meninjau keadaan di tempat dengan melibatkan Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait dan Badan Pekerja
Majelis
Sinode Wilayah yang terkait.
c. Berdasarkan perlawatan tersebut Badan Pekerja Majelis Sinode menyusun laporan perlawatan dan rekomendasi tentang rencana pelembagaan Bakal Jemaat menjadi Jemaat untuk disampaikan dalam
Rapat Kerja
Badan Pekerja Majelis
Sinode yang terdekat.
d. Badan Pekerja Majelis Sinode dalam rapat kerjanya mempertimbangkan laporan perlawatan dan rekomendasi Badan Pekerja Majelis Sinode untuk
mengambil keputusan mengabulkan atau
menolak permohonan Majelis Jemaat tersebut.
e. Badan Pekerja Majelis Sinode menyampaikan keputusan tersebut kepada Majelis Jemaat pemohon
dengan tembusan kepada
Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait dan Badan Pekerja Majelis Sinode
Wilayah yang terkait.
f. Jika Rapat Kerja Badan Pekerja Majelis Sinode mengabulkan permohonan Majelis Jemaat tersebut, Majelis Jemaat yang
bersangkutan menyelenggarakan Kebaktian Pelembagaan Jemaat, termasuk peneguhan
penatua, dengan
menggunakan Liturgi Pelembagaan
Jemaat, selambatlambatnya
enam (6) bulan sejak permohonan tersebut dikabulkan. Kebaktian Pelembagaan
Jemaat dilayani oleh pendeta. Dalam Kebaktian Pelembagaan Jemaat itu Badan Pekerja Majelis Sinode menyerahkan
Piagam
Pelembagaan Jemaat kepada Jemaat yang bersangkutan. Formulasi Piagam
Pelembagaan Jemaat dimuat dalam Peranti Administrasi..
g. Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait melaporkan Jemaat baru itu kepada Majelis Klasis untuk diterima
sebagai anggota Klasis dalam Persidangan Majelis Klasis yang terdekat.
h. Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait melaporkan tentang Jemaat baru itu kepada Majelis Sinode Wilayah untuk diterima sebagai anggota Sinode Wilayah dalam Persidangan Majelis Sinode Wilayah
yang
terdekat.
i. Badan Pekerja Majelis Sinode melaporkan tentang Jemaat baru itu kepada Majelis Sinode untuk
diterima sebagai anggota
Sinode dalam Persidangan Majelis
Sinode
yang
terdekat.
Pasal 6
PERUBAHAN
STATUS JEMAAT MENJADI
BAKAL JEMAAT
1. Jika sebuah Jemaat tidak dapat lagi memenuhi syarat sebagai Jemaat seperti yang tercantum dalam Tata
Laksana Pasal 5:1 sekalipun telah dilakukan usaha-usaha yang optimal oleh Majelis Jemaat yang
bersangkutan
maupun oleh Badan Pekerja
Majelis Klasis
yang
terkait, statusnya
dapat diubah menjadi
Bakal Jemaat.
2. Prosedur
a. Badan
Pekerja Majelis Klasis yang terkait mengajukan permohonan tertulis kepada Badan Pekerja
Majelis
Sinode untuk
perubahan status
Jemaat
disertai keterangan lengkap mengenai alasan- alasannya,
dengan tembusan
kepada Badan Pekerja
Majelis Sinode Wilayah
yang
terkait.
b. Badan Pekerja Majelis Sinode melakukan Perlawatan Umum Insidental Jemaat dan meninjau keadaan di tempat dengan melibatkan Badan Pekerja Majelis Sinode
Wilayah yang terkait dan
Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait.
c. Badan Pekerja
Majelis
Sinode menyampaikan laporan
perlawatan
serta rekomendasi tentang
permohonan Badan Pekerja Majelis Klasis tersebut kepada Rapat Kerja Badan Pekerja Majelis Sinode
yang terdekat.
d. Badan Pekerja Majelis Sinode dalam
rapat kerjanya mempertimbangkan laporan perlawatan dan rekomendasi Badan Pekerja Majelis Sinode untuk
mengambil keputusan mengabulkan atau menolak permohonan
Badan Pekerja Majelis Klasis tersebut.
e. Jika Rapat Kerja Badan Pekerja Majelis Sinode tersebut mengabulkan permohonan perubahan
status jemaat tersebut, Badan Pekerja Majelis Sinode menunjuk salah satu Jemaat dalam Klasis
yang
terkait untuk menerima Jemaat yang diubah statusnya tersebut sebagai Bakal Jemaat dari
Jemaat tersebut.
f. Majelis Jemaat yang ditunjuk menyelenggarakan Kebaktian Peresmian Bakal Jemaat, termasuk pelantikan Badan Pengurus Bakal Jemaat, dengan menggunakan Liturgi Peresmian Bakal Jemaat dan
dilayani oleh pendeta, selambat-lambatnya enam (6) bulan sejak permohonan perubahan status
Jemaat dikabulkan dan melaporkannya kepada Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait, Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah
yang
terkait, dan
Badan
Pekerja Majelis Sinode.
g. Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait melaporkan hal tersebut kepada
Majelis
Klasis
yang terkait dalam Persidangan Majelis Klasis
yang
terdekat.
h. Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait melaporkan hal tersebut kepada Majelis Sinode Wilayah dalam Persidangan Majelis
Sinode Wilayah
yang
terdekat.
i. Badan Pekerja Majelis Sinode melaporkan hal tersebut kepada Majelis Sinode dalam Persidangan Majelis Sinode yang terdekat.
Pasal 7
PENGGABUNGAN JEMAAT DARI GEREJA LAIN
1. Penggabungan jemaat dari gereja lain dimungkinkan jika tidak mengganggu hubungan ekumenis antara
GKI dengan
gereja tersebut.
2. Jemaat yang dimaksudkan adalah jemaat independen atau yang diserahkan oleh pimpinan sinode dari gereja yang bersangkutan.
3. Prosedur
a. Pimpinan jemaat yang ingin menggabungkan diri atau pimpinan sinode dari jemaat yang ingin
menggabungkan diri mengajukan permohonan
tertulis kepada Badan Pekerja
Majelis Sinode.
Permohonan tersebut berisi alasan bergabung yang dilengkapi dengan keterangan mengenai sejarah,
ajaran, peraturan
gereja,
badan hukum, daftar anggota, inventaris/harta milik dan
kegiatan
gerejanya, serta
pernyataan kesediaan menerima Tata Gereja
dan
Tata Laksana GKI.
b. Badan Pekerja Majelis Sinode bersama dengan Badan Pekerja Majelis
Klasis yang terkait dan Badan Pekerja Majelis Sinode
Wilayah yang terkait melakukan perkunjungan kepada pimpinan jemaat yang ingin menggabungkan diri dan/atau pimpinan sinodenya.
c. Berdasarkan perkunjungan tersebut, Badan Pekerja Majelis Sinode menyusun
laporan
perkunjungan dan rekomendasi tentang permohonan tersebut untuk disampaikan dalam
Rapat Kerja Badan Pekerja Majelis Sinode yang terdekat.
d. Badan Pekerja Majelis Sinode dalam
Rapat Kerjanya mempertimbangkan laporan perkunjungan dan rekomendasi Badan Pekerja
Majelis Sinode
untuk mengambil keputusan
mengabulkan atau menolak permohonan
tersebut.
e. Jika Badan Pekerja Majelis Sinode dalam Rapat Kerjanya mengabulkan permohonan tersebut,
Badan Pekerja
Majelis Sinode memproses
agar
jemaat tersebut menjadi Bakal Jemaat atau Pos Jemaat dari sebuah Jemaat tertentu sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
f. Jika Badan Pekerja
Majelis
Sinode
dalam
Rapat
Kerjanya
tidak
langsung mengabulkan permohonan tersebut karena masalah ajaran, Badan Pekerja Majelis Sinode
menunjuk sebuah Jemaat tertentu, untuk
melakukan katekisasi serta
baptisan
atau sidi kepada anggota-anggotanya dan melakukan pembinaan tentang ajaran GKI serta Tata Gereja dan
Tata Laksana GKI. Selama waktu itu Jemaat tersebut tetap dipimpin oleh pimpinan jemaatnya dengan didampingi oleh Majelis
Jemaat dari Jemaat yang telah ditunjuk. Jika Badan
Pekerja Majelis Sinode berpendapat bahwa masalah ajaran sudah diselesaikan dengan baik, Badan Pekerja
Majelis Sinode memproses agar
jemaat tersebut menjadi Bakal Jemaat atau Pos Jemaat dari sebuah Jemaat tertentu sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
g. Harta milik dari Jemaat yang menggabungkan diri diserahkan kepada Badan Pekerja Majelis Sinode
untuk diteruskan kepada Jemaat induk untuk
diserahkan kepada
dan dikelola oleh Bakal Jemaat atau Pos
Jemaat yang dibentuk.
h. Jika
Jemaat
pemohon mempunyai
pendeta
dan ingin
mempertahankannya, pendeta
tersebut
diproses sesuai dengan ketentuan dalam Tata
Laksana Bab
XXVIII.
BAB II
KLASIS
Pasal 8
PENATAAN KLASIS
1. Penataan Klasis ditetapkan dengan
memerhatikan:
a. Jumlah Jemaat sekurang-kurangnya
tujuh (7) dan paling banyak lima
belas (15).
b. Keseimbangan
daya dan dana.
c. Letak geografis.
d. Kebijakan
dan Strategi Pengembangan GKI.
2. Usul penataan Klasis dapat diajukan kepada Majelis Sinode Wilayah oleh Majelis Klasis atau Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah dengan syarat sudah dilakukan studi kelayakan oleh Badan Pekerja
Majelis Klasis yang terkait bersama Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait.
3. Jika
penataan Klasis itu menyangkut Jemaat-jemaat
lintas Sinode Wilayah, penataaan dilakukan bersama Badan Pekerja Majelis Sinode
Wilayah-Badan Pekerja Majelis Sinode
Wilayah, dengan
melibatkan Badan Pekerja Majelis Klasis-Badan Pekerja
Majelis
Klasis yang
terkait, dan
ditetapkan
oleh
Majelis Sinode Wilayah-Majelis
Sinode Wilayah yang terkait.
4. Penataan Klasis ditetapkan oleh Majelis Sinode Wilayah.
5. Hasil penataan Klasis
dilaporkan kepada
Majelis Sinode.
BAB III
SINODE
WILAYAH
Pasal 9
PENATAAN SINODE
WILAYAH
1. Penataan
Sinode Wilayah
ditetapkan dengan memerhatikan:
a. Jumlah Klasis sekurang-kurangnya tiga (3) dan
paling banyak delapan (8).
b. Keseimbangan
daya dan dana.
c. Letak geografis.
d. Kebijakan
dan Strategi Pengembangan GKI.
2. Usul penataan Sinode Wilayah dapat diajukan kepada Majelis Sinode oleh Majelis Sinode Wilayah atau Badan Pekerja Majelis Sinode dengan syarat sudah dilakukan studi kelayakan oleh Badan Pekerja
Majelis
Sinode Wlayah yang terkait bersama
dengan Badan Pekerja Majelis
Sinode.
3. Penataan
Sinode Wilayah
ditetapkan oleh Majelis
Sinode.
B. NAMA DAN LOGO
Bab IV
NAMA
Pasal 10
CONTOH NAMA
Contoh nama Jemaat, Pos Jemaat, Bakal Jemaat, Klasis, dan Sinode Wilayah dimuat dalam Pedoman
Pelaksanaan tentang Contoh
Nama
Jemaat, Pos Jemaat,
Bakal Jemaat, Klasis, dan Sinode Wilayah.
Bab V
LOGO GKI
Pasal 11
MAKNA LOGO GKI
1. Sebagai tanda yang secara simbolis menggambarkan hakikat GKI sebagai gereja, GKI menetapkan logo GKI sebagai berikut:
2. Penjelasan:
a. Perahu melambangkan gereja Tuhan yang bergerak maju memenuhi tugas panggilannya di dunia dan pengakuan GKI sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari gereja-gereja
Tuhan untuk
mewujudkan Gereja Yang Esa
di Indonesia
dan di dunia.
b. Salib melambangkan kasih dan pengurbanan Tuhan Yesus Kristus yang menentukan jalan hidup GKI.
c. Gelombang
melambangkan dunia
yang
penuh tantangan
dan peluang ke mana GKI diutus.
d. Alfa dan Omega melambangkan Tuhan Allah yang kekal, yang berkuasa menetapkan dan menyertai seluruh perjalanan GKI.
d. Alfa dan Omega melambangkan Tuhan Allah yang kekal, yang berkuasa menetapkan dan menyertai seluruh perjalanan GKI.
C. AJARAN
Bab VI
AJARAN
Pasal 12
AJARAN
1. Dengan berpegang pada pengakuan iman GKI yang dicantumkan dalam Tata Dasar Pasal 3, ajaran GKI dijabarkan dan
dituangkan
dalam buku katekisasi dan pegangan ajaran.
2. Buku
katekisasi GKI terdiri dari:
a. Tumbuh dalam Kristus.
b. Tuhan Ajarlah Aku.
3. GKI menerima pegangan ajaran yang telah
ada, yaitu:
a. Pegangan Ajaran
mengenai Alkitab (Lampiran 5).
b. Pegangan Ajaran
mengenai Gereja
(Lampiran 6).
c. Pegangan Ajaran
mengenai Pentakosta
Baru
(Kharismatik) (Lampiran
7):
1) Bahasa lidah.
2) Kesembuhan.
3) Wahyu penglihatan.
4) Baptisan kudus.
5) Perjamuan
kudus.
D. PERSEKUTUAN
Bab VII
KEBAKTIAN
Pasal 13
JENIS
1. Kebaktian Minggu
Kebaktian Minggu
adalah kebaktian yang diselenggarakan pada hari Minggu.
2. Kebaktian Hari Raya Gerejawi
Untuk merayakan peristiwa-peristiwa Kristus sepanjang tahun gerejawi diselenggarakan Kebaktian Hari Raya Gerejawi pada: Minggu-minggu Adven, Malam Natal, Natal, Minggu Epifani, Minggu
Baptisan Tuhan Yesus Kristus, Minggu Transfigurasi, Rabu Abu,
Minggu-minggu Prapaskah, Kamis Putih, Jumat Agung, Paskah, Minggu-minggu Paskah, Kenaikan Tuhan Yesus Kristus, Pentakosta, Minggu Trinitas, dan Minggu
Kristus
Raja.
3. Kebaktian untuk Peristiwa Khusus Gerejawi
Untuk peristiwa-peristiwa khusus gerejawi diselenggarakan:
a. Kebaktian
Inisiasi.
b. Kebaktian
Ordinasi.
c. Kebaktian Institusionalisasi.
d. Kebaktian Pastoral.
4. Kebaktian Lain
Kebaktian-kebaktian
lain yang
diselenggarakan
berdasarkan kebutuhan
dalam rangka
kehidupan
bergereja dan bernegara antara lain
untuk: a. Hari Reformasi.
b. Tutup Tahun.
c. Tahun Baru.
d. Hari Ulang Tahun GKI.
e. Hari Ulang Tahun Jemaat.
f. Hari Kemerdekaan
Republik Indonesia.
5. Kebaktian Keluarga
Dalam rangka kehidupan Jemaat diselenggarakan kebaktian keluarga, baik untuk keluarga sendiri
maupun yang melibatkan orang lain di luar keluarga yang bersangkutan, untuk
antara lain kebaktian harian, hari ulang tahun, hari ulang tahun
pernikahan, penghiburan,
dan pertunangan.
6. Kebaktian oleh
Badan Pelayanan
Kebaktian yang diselenggarakan oleh badan pelayanan jemaat,
badan pelayanan klasis, badan
pelayanan sinode wilayah, dan badan pelayanan sinode dalam rangka pelaksanaan tugas pelayanan mereka.
Pasal 14
PENANGGUNGJAWAB DAN PENYELENGGARA
1. Jemaat
a. Majelis Jemaat adalah penanggung jawab atas seluruh kebaktian yang diselenggarakan dalam
Jemaatnya.
b. Majelis Jemaat berkewajiban untuk menyelenggarakan Kebaktian Minggu, Kebaktian Hari Raya
Gerejawi, kebaktian pada peristiwa khusus gerejawi, dan kebaktian-kebaktian lain
sesuai dengan
kebutuhan.
c. Majelis Jemaat dalam
rangka
pelaksanaan
kebaktian
dapat memanggil pendeta atau tenaga
pelayanan
dari gereja lain
sesuai dengan Pedoman Pelaksanaan tentang Syarat Pendeta atau Pelayan dari Gereja Lain untuk Melayani Kebaktian atau
Acara-acara Lain Yang Terkait dengan Ajaran.
d. Majelis Jemaat dapat mengadakan pertukaran pelayan
kebaktian dengan gereja
lain yang seajaran dengan GKI. Daftar Gereja yang seajaran dengan GKI ditetapkan oleh Badan
Pekerja Majelis Sinode
melalui Rapat Kerja Badan Pekerja Majelis Sinode.
e. Kebaktian keluarga untuk keluarga
sendiri dilaksanakan oleh keluarga yang bersangkutan.
f. Kebaktian keluarga yang
melibatkan
orang
lain
di luar keluarga yang
bersangkutan dengan
pemimpin/pengkhotbah dari luar Jemaat maupun yang
terkait dengan
Jemaatnya dilaksanakan
setelah berkonsultasi dengan
Majelis Jemaatnya.
g. Badan pelayanan jemaat dapat
menyelenggarakan kebaktian yang berhubungan dengan tugas pelayanannya.
2. Klasis
a. Majelis Klasis dapat
menyelenggarakan
kebaktian dalam
rangka
persidangan-persidangan gerejawinya.
b. Badan pelayanan
klasis
dapat menyelenggarakan kebaktian dalam rangka
pelaksanaan tugas
pelayanannya.
3. Sinode Wilayah
a. Majelis Sinode Wilayah dapat menyelenggarakan kebaktian dalam rangka persidangan-persidangan gerejawinya.
b. Badan pelayanan sinode wilayah dapat menyelenggarakan kebaktian dalam rangka pelaksanaan
tugas pelayanannya.
4. Sinode
a. Majelis Sinode
dapat menyelenggarakan kebaktian
dalam rangka persidangan-persidangan
gerejawinya.
b. Badan pelayanan sinode dapat menyelenggarakan kebaktian dalam rangka pelaksanaan tugas
pelayanannya.
Pasal 15
LITURGI
Majelis
Sinode menetapkan Liturgi GKI,
yang terdiri dari:
1. Liturgi Minggu
2. Liturgi Inisiasi,
yang
terdiri dari:
a. Liturgi Baptisan Kudus
Dewasa.
b. Liturgi Baptisan Kudus Anak.
c. Liturgi Pengakuan Percaya/Sidi.
d. Liturgi Penerimaan Anggota.
e. Liturgi Pembaruan Pengakuan Percaya.
3. Liturgi Perjamuan
Kudus,
yang
terdiri dari:
a. Liturgi Persiapan Perjamuan Kudus.
b. Liturgi Perjamuan Kudus.
4. Liturgi Ordinasi, yang terdiri dari:
a. Liturgi Peneguhan
Penatua.
b. Liturgi Penahbisan
Pendeta.
c. Liturgi Peneguhan Pendeta.
d. Liturgi Penahbisan
Pendeta Tugas Khusus.
e. Liturgi Peneguhan
Pendeta Tugas Khusus.
f. Liturgi Emeritasi Pendeta.
g. Liturgi Pelantikan Tenaga
Pelayan Gerejawi.
5. Liturgi Institusionalisasi, yang terdiri dari:
a. Liturgi Peresmian Pos Jemaat.
b. Liturgi Peresmian Bakal Jemaat.
c. Liturgi Pelembagaan Jemaat.
d. Liturgi Pelantikan
Badan Pelayanan Jemaat.
e. Liturgi Pelantikan
Badan Pekerja Majelis Jemaat dan Badan
Pemeriksa Harta
Milik Jemaat.
f. Liturgi Pelantikan Badan Pekerja Majelis Klasis dan
Badan Pemeriksa Harta
Milik Klasis.
g. Liturgi Pelantikan Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah dan Badan Pemeriksa Harta Milik Sinode
Wilayah.
h. Liturgi Pelantikan
Badan Pekerja Majelis
Sinode dan Badan Pemeriksa Harta
Milik Sinode.
6. Liturgi Pastoral, yang terdiri dari:
a. Liturgi Peneguhan
dan Pemberkatan Pernikahan.
b. Liturgi Pemakaman/Kremasi.
Pasal 16
BUKU NYANYIAN
1. Majelis Sinode menetapkan
buku
nyanyian untuk
kebaktian-kebaktian yang liturginya ditetapkan oleh
Majelis
Sinode.
2. Buku nyanyian tersebut terdiri dari Kidung Jemaat, Nyanyikanlah Kidung Baru, dan Pelengkap Kidung
Jemaat.
3. Di luar Butir 2 di atas,
Majelis Jemaat bertanggungjawab untuk
menyeleksi nyanyian-nyanyian yang dipakai dalam kebaktian dan kegiatan-kegiatan lain sesuai dengan ajaran GKI
dan mengawasi pemakaiannya.
Pasal 17
LEKSIONARI
1. Pengertian
Leksionari adalah
daftar pembacaan Alkitab yang disusun menurut tahun
gerejawi.
2. Pemakaian
Leksionari dipakai dalam liturgi GKI untuk Kebaktian
Minggu dan Kebaktian Hari Raya Gerejawi.
3. Tujuan
Pemakaian
Leksionari dipakai dalam liturgi GKI agar:
a. Alkitab dibacakan
secara lebih utuh dalam Kebaktian Minggu
dan Kebaktian Hari Raya Gerejawi.
b. Liturgi GKI mempunyai pola pembacaan
Alkitab yang ekumenis dan sesuai dengan peringatan
tentang peristiwa Kristus.
4. Sumber
Leksionari yang dipakai GKI diambil dari The Revised Common Lectionary untuk pembacaan
hari Minggu (Sunday/weekly readings) yang memiliki siklus
tiga (3) tahunan.
5. Siklus Bacaan
Siklus pembacaan
dalam leksionari untuk Kebaktian Minggu dan Kebaktian Hari Raya Gerejawi terdiri
dari
tahun A (Matius), tahun B (Markus), dan
tahun C (Lukas).
Pasal 18
PAKAIAN LITURGIS PENDETA
1. Jenis
Pakaian
liturgis
pendeta terdiri dari:
a. Toga yaitu jubah berwarna hitam yang biasa dikenal sebagai jubah Jenewa, dengan perlengkapan stola
dan kalung salib.
b. Jas dengan kemeja hitam atau kemeja warna lain yang sesuai dengan warna liturgis, dengan perlengkapan
pin
salib.
2. Perlengkapan
a. Stola
Stola adalah perlengkapan yang berbentuk kain sutra polos panjang dengan warna liturgis. Stola
dihias dengan simbol Allah Tritunggal.
b. Kerah Pendeta
Kerah pendeta adalah perlengkapan
kemeja yang berwarna putih.
c. Kalung Salib
Kalung salib adalah perlengkapan
pakaian liturgis yang melambangkan Kristus terbuat dari logam
berwarna
emas
dan dikeluarkan
oleh
Majelis Sinode demi keseragaman. d.
Pin Salib
Pin salib adalah
perlengkapan pakaian
liturgis yang
melambangkan Kristus.
3. Gambar dan
Makna
Simbol pada Stola
a. Stola
diberi simbol Allah Tritunggal sebagai berikut:
GAMBAR SIMBOL ALLAH TRITUNGGAL
b. Simbol Allah Tritunggal itu terdiri dari tiga simbol yang dirangkaikan menjadi satu, yaitu: 1)
Simbol “tangan Allah” (Latin: manus Dei) yang merupakan simbol Allah Bapa.
Gambar tangan kanan yang menghadap ke atas, dengan jempol, telunjuk, dan jari tengah
terbuka sedangkan jari manis dan kelingking tertekuk adalah simbol kuasa,
kepemilikan,
pemeliharaan, dan
berkat Allah atas seluruh ciptaan-Nya.
2) Simbol “salib” yang
merupakan simbol Allah Anak (Yesus Kristus).
Gambar salib adalah simbol penderitaan dan kematian Tuhan
Yesus Kristus yang, bersama dengan kebangkitan-Nya, merupakan bagian dan puncak karya
keselamatan Allah, di dan bagi
dunia ini.
3) Simbol “burung merpati” yang
merupakan simbol Allah Roh
Kudus.
Gambar burung merpati yang putih bersih dan terbang
dengan kebebasannya adalah simbol
Allah
Roh Kudus yang membimbing, menguatkan, menghiburkan,
dan membarui gereja-Nya
dan umat manusia.
4. Model dan Pemakaian
Ketentuan tentang model dan pemakaian pakaian liturgis pendeta diatur dalam Pedoman Pelaksanaan
tentang Model dan Pemakaian
Pakaian
Liturgis Pendeta.
Pasal 19
WARNA LITURGIS
Untuk mencirikan Tahun Gerejawi dan peristiwa-peristiwa lain, ditetapkan warna liturgis yang diatur lebih lanjut dalam Pedoman Pelaksanaan tentang Warna-warna Liturgis.
Bab VIII
SAKRAMEN
Pasal 20
JENIS
Sakramen yang diakui dan dilaksanakan oleh
GKI adalah:
1. Baptisan kudus,
yaitu baptisan
kudus dewasa dan
baptisan kudus
anak.
2. Perjamuan
kudus.